Jumat, 26 Januari 2018

Insulin dan Resistensi Insulin

Insulin

Glukosa darah mempengaruhi biosintesis dan sekresi insulin. Insulin merupakan hormon yang disekresikan oleh pankreas yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan kadar glukosa darah. Insulin bekerja dengan memperantarai masuknya glukosa ke dalam sel (Wilcox, 2005). Insulin berperan dalam membuka pintu sel agar glukosa dapat masuk ke dalam sel, sehingga kadar gula dalam darah dapat terkontrol (Tandra, 2008). 

Resistensi Insulin

Insulin dapat memberikan efek melalui ikatan dengan reseptor insulin (Insulin Receptor Substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel jaringan perifer, yaitu jaringan otot dan lemak. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan sinyal yang berguna membuka pintu sel untuk memasukkan glukosa dari ekstra sel ke intra sel (Manaf, 2006). Ketidakmampuan sel jaringan perifer merespon insulin secara normal merupakaan keadaan resintensi insulin (Garvey et al., 1998) dan merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya DM tipe 2 (Manaf, 2006).

Resintesi insulin dapat diakibatkan oleh aktivitas glikogen sintase kinase-3 (GSK-3). GSK-3 memiliki dua bentuk isoforms yaitu GSK-3α dan GSK-3β (Patel et al., 2008). GSK-3 menginaktifkan respon terhadap insulin yang digunakan untuk menstimulasi sintesis glikogen di dalam otot (Damage et al., 2009).

Daftar Pustaka


Damage N., Wang Y., Feng W., Xue W., Tan Y., Hein D.W. and Li X., 2009, Inactivation of GSK-3β, Metallothionein Prevents Diabetes, 58, 1391–1402.
Garvey W.T., Maianu L., Zhu J.H., Brechtel-Hook G., Wallace P. and Baron A.D., 1998, Evidence for Defects in the Trafficking and Translocation of GLUT4 Glucose Transporters in Skeletal Muscle as a Cause of Human Insulin Resistance, Journal of Clinical Investigation, 101(11), 2377–2386.
Manaf A., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Patel S., Doble B.W., MacAulay K., Sinclair E.M., Drucker D.J. and Woodgett J.R., 2008, Tissue-Specific Role of Glycogen Synthase Kinase 3β in Glucose Homeostasis and Insulin Action, Molecular and Cellular Biology, 28(20), 6314–6328. 
Tandra H., 2008, Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui tentang Dibetes, PT Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.

Titrasi Kompleksometri

Metode Volumetri
Analisis berdasarkan pengukuran volume larutan pereaksi yang memiliki konsentrasi tertentu dengan sampel yang akan ditetapkan kadarnya sampai terjadi reaksi sempurna pada titik ekivalen dengan atau tanpa bantuan indikator.

Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri atau kelatometri adalah suatu jenis titrasi yang terjadi akibat titran dan titrat membentuk suatu senyawaan kompleks. Titrasi ini digunakan untuk penetapan kadar logam atau senyawaan logam menggunakan EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat) sebagai pembentuk kompleks dengan bantuan indikator pada pH tertentu.

Aplikasi Titrasi kompleksometri

Penetapan Al(OH)3 dalam Antasida Tablet


Prinsip :
Pada pH ± 5 ion Al3+ direaksikan dengan EDTA yang ditambahkan berlebih terukur, kelebihan EDTA dititar dengan ZnSO4 dengan indikator larutan ditizon alkohol hingga memperoleh titik akhir berwarna merah jambu.

Metode :
Komplesometri
Reaksi :
Al3+    + H2Y2-                →        AlY-  + 2H+
H2Y2-                 + Zn2+ →        ZnY2-  + 2H+
Zn2+   + HInd2-              →        ZnInd2-

Pengolahan Data :

Catatan:


Pada saat preparasi penetapan kadar Al(OH)3 dalam antasida tablet, ditambahkan HCl pekat yang berfungsi untuk  mengubah Al(OH)3 dalam obat mejadi AlCl3. Pada penetapan Al(OH)3 dilakukan pengerjaan blanko untuk mengetahui jumlah EDTA yang beraksi dengan Al dalam sampel 

Penggolongan Obat

Berdasarkan Permenkes, obat yang dipasarkan digolongkan menjadi :
a. Obat Narkotika (daftar O), yaitu obat yang ada dalam daftar obat narkotik (SK Menkes RI No. 2882/Dirjen/SK70), yang hanya bisa dibeli dengan resep dokter. Cirinya setiap kemasan ada tanda lingkaran warna merah dengan tanda + didalamnya.
b.   Obat Keras (daftar G), yaitu obat yang ada dalam daftar obat keras (SK Menkes RI No.633 dan 6171, SK Dirjen Far No. 2669), yang hanya bisa dibeli dengan resep dokter. Cirinya setiap kemasan ada tanda lingkaran warna merah dengan huruk K didalamnya.
c.   Obat bebas terbatas (daftar W), yaitu obat yang terdapat dalam daftar obat bebas terbatas (SK Menkes RI No. 6355 dan SK Dirjen Far No. 2193 dan SK No. 1761), yang bisa dibeli tanpa resep dokter di apotek dan toko obat berizin. Cirinya pada setiap kemasan ada tanda lingkaran warna biru dan tambahan label misalnya P. No. 1. Awas obat keras bacalah aturan pemakaian.
d.   Obat bebas, obat yang bisa dibeli secara bebas baik di apotek, toko obat, maupun di supermarket atau toko atau warung biasa. Cirinya pada setiap kemasan ada tanda lingkaran warna hijau.


Berdasarkan sumbernya, obat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
a.  Obat alamiah/ obat yang terdapat di alam, yaitu pada tanaman, hewan, dan mineral.
b.   Obat semisintetik/ obat hasil sintesis yang bahan dasarnya berasal dari alam.
c.   Obat sintetik murni, obat yang bahan dasarnya tidak berkhasiat, setelah disintesis akan didapatkan senyawa dengan khasiat farmakologis tertentu.

Menurut peraturan perundang – undangan, penggolongan obat adalah :
a.   Obat etikal, yaitu obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter seperti, obat narkotika dan obat keras.

b.   Obat OTC (Over The Counter) seperti obat bebas, bebas terbatas, suplemen, jamu, dan kosmetik.

Minggu, 22 Januari 2017

Mekanisme Transdermal Drug Delivery Sistem

Sediaan transdermal masuk ke dalam aliran darah menembus lapisan-lapisan kulit melalui difusi. Proses absorbsi yang diperantai oleh difusi ditentukan oleh gradien konsentrasi obat dari konsentrasi tinggi (konsentrasi obat pada sediaan) menuju konsentrasi rendah pada kulit. Adapun struktur kulit yang terdiri dari lapisan epidermis, dermis dan hipodermis dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Struktur kulit, terdiri dari epidermis, dermis dan hipodermis

Pada lapisan epidermis terdapat lapisan scrotum corneum yang merupakan lapisan barrier yang sulit di tembus. Hal tersebut disebabkan oleh adanya lapisan tipis lipida pada permukaan lapisan scrotum corneum yang bersifat lipofilik dan lapisan keratin yang bersifat  hidrofilik. Struktur lapisan epidermis dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Struktur lapisan epidermis

Absorpsi atau permeasi pada kulit dapat digambarkan dalam tiga tahap yaitu penetrasi pada permukaan stratum corneum, difusi melalui stratum corneum, epidermis dan dermis, masuknya molekul kedalam sirkulasi sistemik. Mekanisme penghantaran obat melalui transdermal digambarkan pada gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme Penghantaran Obat melalui Transdermal mulai dari pelepasan

Penetrasi melintasi stratum corneum dapat terjadi melalui penetrasi transepidermal dan penetrasi transappendageal. Jalur penetrasi obat lebih banyak melalui epidermis (transepidermal), dibandingkan penetrasi melalui folikel rambut maupun melewati kelenjar keringat (transappendageal). Jalur penetrasi transepidermal dapat dibedakan menjadi jalur transelular dan interseluler. Obat-obat yang bersifat hidrofilik akan berpenetrasi melalui jalur transeluler sedangkan obat-obat lipofilik akan masuk kedalam stratum corneum melalui rute interseluler. Jalur penetrasi dapat di gambarkan pada gambar 4.

Gambar 4. Jalur penetrasi melintasi stratum corneum 


Kecepatan penetrasi obat menembus epidermis untuk mencapai lapisan dermis dapat dinyatakan dengan hukum Fick’s I dengan persamaan berikut:


Keterangan:
Cd: Konsentrasi zat yang dalam kompartemen donor (konsentrasi obat pada permukaan stratum corneum)
Cr : Konsentrasi zat yang dalam kompartemen reseptor (tubuh)
Ps : Koefisien permeabilitas jaringan kulit

Koefisien permeabilitas dapat dinyatakan dengan persamaan:


Keterangan:
K : Koefisien partisi molekul
D : Koefisien difusi penetran melalui jaringan kulit pada keadaan tunak
: Tebal jaringan kulit (Chien, 1987).


 


Selasa, 08 Maret 2016

PERHITUNGAN DOSIS SEDIAAN LEPAS LAMBAT




Perhitungan Dosis Obat Untuk Rancangan Sediaan Lepas Lambat
Jumlah obat dalam suatu bentuk sediaan lepas lambat yang dibutuhkan untuk memberikan kadar obat yang dipertahankan dalam tubuh ditentukan oleh farmakokinetika zat aktif, tingkat yang diinginkan dan lama kerja yang dimaksudkan. Secara umum, dosis total yang dibutuhkan (Dtot) adalah jumlah dosis pemeliharaan (Dm) dan dosis awal yang segera dilepaskan (Di) untuk memberikan tingkat terapi yang dibutuhkan dalam darah.
Dtot     = Di + Dm
Dalam praktik, Dm dilepaskan selama periode waktu tertentu dan besarnya adalah hasil perkalian td (durasi kerja) dan untuk mempercepat orde nol.
Dtot     = Di + .td
Dosis pemeliharaan (Dm) sebaiknya dilepaskan setelah Di menghasilkan konsentrasi zat aktif dalam darah yang sama dengan konsentrasi terapi (Cp). Tetapi, karena keterbatasan formulasi, Dm sebenernya mulai dilepaskan pada t = 0. Oleh karena itu,  Di sebaiknya dikurangi dengan jumlah bagian  Dm yang dilepaskan untuk menghindari kelebihan dosis (topping). Sehingga :
Dtot     = Di + .td
Dtot     = Db – (.tp) + .td
Untuk zat aktif yang mengikuti model satu kompartemen terbuka, kecepatan eliminasi (R) yang diperlukan untuk mempertahankan zat aktif pada tingkat terapi (Cp) adalah:
R        = k.Vd . Cp
harus sama dengan R untuk memberikan konsentrasi zat aktif yang stabil dalam darah. Persamaan dibawah ini memberikan perkiraan kecepatan pelepasan () yang diperlukan dalam formulasi.
R        = Cp. ClT
ClT adalah bersihan zat aktif. Dalam mendesain produk lepas lambat, Di akan menjadi dosis muatan (loading dose) yang akan menghasilkan konsentrasi zat aktif dalam tubuh ke Cp dan total dosis yang diperlukan untuk mempertahankan konsentrasi terapi dalam tubuh adalah :
Dtot     = Di + Cp.ClT.td
Banyak produk “sustained release” tidak memiliki dosis muatan (Di = 0). Jadi dosis yang  diperlukan untuk mempertahankan suatu konsentrasi terapi untuk t jam adalah :  
Dtot     = Cp.ClT. td
(Siregar, 2010)

Contoh Perhitungan :
Berapakah dosis suatu sediaan “sustained release” yang diperlukan untuk mempertahankan suatu konsentrasi terapetik 10 µg/mL untuk 12 jam? Dianggap t½ obat 3,46 jam dan Vd 10 L.
·          
 
                    








(Shargel & Andrew , 2006)